Amey

“Tangkap “sukma”nya…”

Itulah, kata2 yang paling membekas dari kuliah-masa-lalu dari ayahku pagi ini.

Tema pagi ini adalah : Jurnalistik,

(Mgkn sy blm berkompeten sm skali u/ menuliskan hal ini, tetapi mencicipi sedikit ilmu ini dari pengalaman orang dulu membuatku tertarik setengah mati….)

Menurutku, Ilmu tulis menulis ini adalah ilmu yang sangat menarik, dan kompleks, karena itu, kemampuan membaca, menafsirkan, menelaah, dan menuliskannya kembali adalah sesuatu yang perlu di pelajari dengan segenap jiwa. Berbeda dengan pendapat salah satu seniorku mengenai menulis-tak-harus-dimulai-dengan-membaca, bagiku, justru menulis, seharusnya merupakan produk akhir dari hasil2 pembacaan kita. Seperti ingatanku ttg pesan mantan guru bahasaku dulu, the great2 pak Hernowo,,,
“syarat untuk menulis adalah membaca, karena segala sesuatu itu dipelajari dengan meniru”

Yap, proses meniru u/ menjadi penulis itu ada dalam proses membacanya. Karena itu, sangat mudah menebak jenis bacaan seseorng lewat tulisannya. Hal ini sama saja dgn org2 yang pintar menggambar, jika ia sering membaca komik, sadar tak sadar, biasanya org itu akan bisa menggambar komik. Tetapi jika tidak pernah membaca komik sm skali, maka kalaupun dia bisa menggambar, maka gmbar itu, bukanlah gambar bernuansa komik.
Nah, ini ada oleh2 dari training2 kepemimpinan senior kita dulu, mengenai “cara membaca media”, karena katanya, untuk menjadi pemimpin, maka kita memang HARUS MEMBACA SEMUA HAL. Tetapi untuk membaca media, tak harus membaca seluruh bagian Koran atau majalah. Ini ada 2 tips yg simple, tp bs jd powerful klo mmg dijalankan:

1. Pertama, Untuk membaca situasi dunia saat ini, jika membuka Koran,maka bukalah editorial, tajuk rencana, atau ulasan. (misalnya pada Koran Kompas, bisa dibuka pada halaman ke-4), dengan membaca paragraph terakhir saja dari ulasan itu, maka kita akan segera tahu keberpihakan media ini. Sebab biasanya, rubrik ini ditulis oleh pimpinan redaksi atau org2 yg tau misi dari edisi saat itu. Sehingga pada masa-masa pemilu begini, kita bahkan dapat segera tahu org2 di media itu mendukung siapa.
2. Kedua, untuk mengetahui jalan pikiran media ini, serta konsentrasinya kearah mana. lihat head linenya,,, Koran Republika misalnya, cenderung lebih tertarik mengulas masalah2 keagamaan. lain lagi dengan Koran “Suara Karya” pada zaman orde baru dahulu, yang selalu menerbitkan berita-berita yang pro pemerintah.
Nah, itulah cara “menangkap sukma” media untuk mengetahui keadaan duni. Tetapi jika ingin lebih jago, coba juga sesekali mendalami satu topik tulisan saja. antara percaya dan tidak, ternyata satu catatan pinggir, atau puisi dari seorang penulis handal itu bisa jd bahan pleno dlm sebuah training kepemimpinan. Yg luar biasa lagi, ada seseoarng yg berhasil meraih gelar doctor hanya dengan mengulas 2 kalimat saja.

antara lupa2 ingat, ayahku bilang kalimatnya adalah ini:

“Malam Lebaran, bulan diatas kuburan”

Ckckckc…aku tak tahu bgmn cara org itu bs mengulas begitu mendalam dua kalimat itu saja, dan menjadikannya sebagai disertasi doktoralnya, yang kutahu, seorng penulis yg jago, dapat menghasilkan karya tulisan yg begitu kaya dan matang berdasarkan pengalaman membaca dan mengamati yang panjang dan berliku. Semakin kaya pengetahuan, semakin hebat kemampuan mengulas.

Tulisanku inipun salah satu yang terbaca sekali “keamatiran”nya. Yah, meskipun malu mengeposkannya, tetapi seperti kata oom Hernowo lagi, “Menulis saja”…karena setiap tulisan itu adalah latihan.

Pada akhirnya, “Setiap org bisa menulis, asalkan mau membaca”
^^