Amey

Negara Indonesia, adalah suatu Negara yang mempunyai bentuk geografis paling unik di muka bumi ini. Tersebar dari sabang sampai merauke, dengan beribu pulau yang menjadi anggotanya. Tak ketinggalan laut dan kekayaannya, pun melengkapi dan menjadi tuan rumah bagi berjuta-juta makhluk hidup dari berbagai spesies ciptaan Tuhan. maka tak heran kiranya, manusia-manusia penghuni Indonesia,sangat beragam dalam kehidupan bermasyarakatnya. Disatukan oleh sejarah yang sama, dengan semboyan “Bhineka Tunggal Ika”, terbentuklah suatu Negara yang besar, dengan potensi yang massif dari keberagamannya itu.

Dengan potensi yang luar biasa itu, selayaknya Indonesia mempunyai sebuah ide, gagasan, atau cita-cita yang menjadi tempat pengejawantahan potensi-potensi tersebut. Untuk mengarahkan dan membawa bangsa ini kearah yang benar dan membesarkannya dimata dunia. Maka dalam kesempatan ini, saya ingin memuji bapak Negara yang telah berhasil menciptakan sebuah filsafat bernama “Pancasila” sebagai ideologi yang tepat untuk Indonesia.

Filsafat pancasila ini, oleh the founding father, telah dituangkan dalam bentuk sistem , dimana esensi pancasila yang meliputi: (1) Ketuhanan, (2)Kemanusiaan, (3)Persatuan, (4)Kerakyatan, dan (5)Keadilan. Adalah sesuatu yang bulat dan utuh, dan tak dapat dipisahkan. Dari sinilah, Kejeniusan bapak Negara dalam perenungannya mengenai keadaan Indonesia dapat kita baca dalam hasil rumusan ideologi ini. Karena jika ada satu saja sila yang luput, maka ia bukanlah ideologi yang lengkap untuk menyatukan, dan menjadi identitas fundamental Indonesia.

KeTuhanan, memberikan syarat bahwa Indonesia adalah Negara yang beragama. Sebenarnya hal ini sudah cukup, mengingat agama pun sudah mengatur segala aspek kehidupan manusia, tetapi rupanya bapak belum percaya akan ke”sholeh”an warganya, sehingga merasa masih haruslah ia dijabarkan dalam sila ke dua—kemanusiaan yang beradab—agar warga Indonesia senantiasa sadar akan ke”manusia”an dirinya, sebagai khalifah dimuka bumi ini, demi menciptakan sebuah dunia yang beradab.

Persatuan, untuk menguatkan Indonesia yang sangat beragam dan rentan akan perpecahan. Yang dibalut oleh kerakyatan yang dipimpin oleh perwakilan, skaligus mengingatkan kita, akan perlunya keberadaan seorang pemimpin untuk mewakili, dan mengarahkan bangsa ini.

Mari melirik sedikit kemasa sekarang. Sejak runtuhnya orde baru, kepercayaan kita terhadap wakil-wakil kita ini semakin tipis, terlihat dari semakin banyaknya orang yang ingin menjadi pemimpin. Caleg bertebaran dimana-mana, dan pemilu yang seyogyanya menjadi pesta rakyat mulai terasa dampak negatifnya. Masyarakat yang semula ingin memilih langsung agar lebih percaya pada wakilnya, rupanya sekarang menjadi bingung sendiri oleh banyaknya jumlah caleg yang ingin dipilih. Seharusnya kita kembali pada sila ke-4 pancasila, agar kepercayaan kita pada para wakil diperkuat,sehingga hal ini tidak bertambah buruk dan menjadi penyakit kronis penggerogot tubuh bangsa Indonesia.

Selanjutnya, untuk para wakil yang dimandat, lihatlah sila ke-5. Sehingga timbul kesadaran akan amanat bapak Negara, untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Amey


Ditengah-tengah krisis identitas yang sedang gencar melanda negeri ini, maka kata “Revitalisasi dan pemberdayaan kembali identitas nasional” terasa membawa angin segar bagi warga Negara Indonesia yang masih cinta terhadap nilai-nilai khas Indonesia, yang berdasarkan pancasila.

Celakanya, generasi muda yang seyogyanya menjadi penggerak terbesar urat nadi bangsa ini, adalah kalangan-kalangan yang paling rentan terhadap wabah krisis identitas bangsa. Bujuk rayu budaya barat yang bersifat individualisme, materialisme, dan kapitalisme, rupanya sesuai dengan permintaan pasar kaula muda di Indonesia.

Sehingga ia laku bak barang diskonan. Pancasila pun mendapat banyak gugatan, sinisme, dan pelecehan terhadap kredibilitasnya sebagai dasar Negara, ataupun ideologi,
Tak bisa dipungkiri, peranan mereka-mereka yang mengaku “idealis” turut berperan dalam menimbulkan cap negatif kawan-kawan muda yang sesungguhnya masih polos untuk di isi, dengan doktrin-doktrin bahwa Indonesia tidak punya cukup harga diri jika dibandingkan dengan segala kemapanan dari negeri jauh di barat. Cap “Negara dunia ke-tiga” dan “Negara berkembang” tak pernah melepaskan kita dari keinginan untuk mengadopsi megahnya hal-hal di “Negara maju” itu.

Bangsa yang besar, adalah bangsa yang bangga dan konsisten atas identitasnya. Seperti halnya setiap manusia yang telah dibekali kelebihan dan kekurangan yang berbeda-beda oleh Tuhan. Kita ditunjukkan bahwa keberagaman itu memang nyata, dan orang yang mampu memanfaatkan bakatnya, akan menjadi yang terbaik dikalangannya. Sedangkan krisis identitas, justru akan membuat kita masuk kedalam golongan rata-rata, yang sampai kapanpun tidak akan dilirik dunia.

Suplemen mata kuliah pancasila sebagai sarana revitalisasi pun menjadi ujung tombak perjuangan. Disusul oleh penulis-penulis dan siaran-siaran dimedia yang memamerkan keluar biasaan bangsa ini. Nilai-nilai yang perlu ditanamkan diantarnya adalah: gotog royong, persatuan dan kesatuan, saling menghargai dan menghormati, akan memperkuat rasa cinta terhadap bangsa ini.

Jika rasa cinta sudah timbul, bangsa ini akan terevitalisasi secara keseluruhan, demi realisasi mewujudkan integritas bangsa, agar lebih bermartabat dimata dunia.