Amey
Cinta membuat kita seperti artis Hollywood.

Bayangkan berapa banyak orang yang mencoba bersikap wajar di hadapan pujaan hatinya, padahal tiap pandangan mata walau hanya sedetik bisa menggetarkan hati hingga tak karuan, darah bergejolak dengan hebatnya, dan jantung bergemuruh ramai menimbulkan efek euphoria yang menyebabkan eksitasi membingungkan, menimbulkan delusi dan halusinasi, kadang mengaburkan arti cinta yang sebenarnya.

Bayangkan betapa banyak pengorbanan yang kita lakukan, kebohongan yang ada karenanya, lautan api kan kau sebrangi demi memetik bintang di hatinya, meski harus meluluh lantahkan jiwa dan ragamu. Semua kepura-puraanmu menyukai apa yang disukainya, kepura-puraanmu yang semata-mata agar dirinya bahagia. Segaris senyum hampa tapi tulus di bibirmu, mencoba meyakinkan dirimu bahwa benar dia yang ditakdirkan untuk mengisi tulang rusukmu, atau untuk kau isi tulang rusuknya.

Hingga sampai di suatu titik yang tak tertahankan, ketika semua kepalsuan tak kunjung hilang, dan kau mulai meragukan kapasitasmu sebagai artis Hollywood.

Ataukah dirinya yang semakin jelas membacamu, semakin mengenalmu dan mengetahui kalau tiap senyum mu adalah palsu. Ketika dirinya melihat tak ada lagi namanya dalam kata-katamu dan tak ada lagi dirinya dalam matamu. Justru ketika kita semakin bodoh dalam berakting, dia yang mencintaimu dengan tulus malah semakin hebat mulai memalsukan emosi, seakan berada di depan layar hijau, tetap berada di atas panggung seakan antara dirinya dan dirimu tak ada yang berubah, tak ada yang salah, seakan semuanya baik-baik saja.

Kemudian kau tamparkan kenyataan ke wajahnya, bagai satu pukulan telak menjatuhkan lawan di atas ring tinju. Kau bongkar semua panggung sandiwara itu, hingga ia hancur berantakan, bagai puing-puing setelah gempa melanda. Bakar layar panggung dengan geram amarahmu, tenggelamkan seisi teater dengan tsunami emosimu. Katakan padanya, kau lelah berakting, dan tak ingin berakting lagi. Muntahkan semua kemuakan, tak ada lagi senyum palsu, tak ingin terbakar asamnya kepura-puraan, tak ingin hatimu mati perlahan.

Dan ketika dirimu beranjak pergi meninggalkan dunia acting menuju realita, dirinya masih dalam mode sandiwara, walaupun acara telah resmi berakhir dan panggung teater telah rata dengan tanah.

Bagi karirnya di dunia Hollywood, semuanya baru saja dimulai, bahkan menjadi lebih masiv. Jika dulu lawan mainnya hanya satu, kini semua orang akan terlibat di dalamnya. Jika dulu yang menjadi panggung teater adalah hatimu dan hatinya, maka kini seluruh dunia adalah panggungnya.

Tiap matahari bersinar, dia akan berada di antara kumpulan orang biasa, bersikap seperti biasa, tertawa seperti biasa, bekerja seperti biasa, karena semua adalah lawan mainnya di dunia Hollywood yang dia ciptakan.

Yang menonton? Adalah mereka yang diberi akses khusus untuk masuk ke dalam hatinya, melihat yang sebenarnya bahwa dunia adalah panggung Broadway untuknya. Mereka adalah tamu kehormatan, masuk gratis ke teater dimana tadinya panggung hati berdiri megah, kini hanya tinggal debu yang tertiup angin. Mereka yang diberi tiket VIP untuk masuk ke TKP dimana hatinya telah dibunuh oleh hatimu.

Dan seiring dengan terbenamnya matahari, layar panggung pun diturunkan. Pertunjukan berakhir, dirinya kembali ke realita dan mendapati dirinya berlutut penuh duka hingga air mata yang dibendung oleh matahari akhirnya tumpah ruah di antara kegelapan malam.

Kemudian dia yang belum merelakanmu, menunggu hingga pagi datang dan kembali menjadi artis Hollywood. Hebat sekali.

terinspirasi oleh Larasty Indriany Septianingsih atas commentnya di notes "runtuh". sama sekali hanya terinspirasi, bukan bermaksud menyinggung kamu atau siapapun, kecuali diri saya sendiri...
Label: 0 komentar | | edit post
Amey
Pagi menjelang.
Raut subuh melepas malam yang melelahkan.
Di depan tembok tinggi tak berujung.
Aku termenung dalam kantuk.

hei!

Ya Kamu...
Aku tidak suka wajahmu itu!
Membuatku benci, membuatku takut, membuatku sakit!

Kamu...
Aku tidak suka kata-katamu itu!
Membuatku marah, membuatku panas, membuatku sakit!

kamu...

kamu...

dan semua kebodohan itu.
kebodohanmu,
kebodohanku,

Tidak ada rasa nyaman, tdk ada rasa aman.

Dekap mu tak lagi hangat.
Raut wajahmu tak lagi mencerahkan.
Kata-katamu tak lagi menenangkan.
Sorot matamu tidak lagi menyenangkan.

Ya Kamu,

Kamu penyakitku.