suatu hari, seorang kiai yg terkenal dengan pesantrennya, mengajak satu pesantren itu, untuk naik haji bersama2...
maka bersiap2lah satu pesantren itu, untuk menempuh perjalanan jauh menuju tanah suci, mereka berangkat dengan menggunakan kapal laut.
setelah smuanya naik di kapal dan kapal telah berjalan(semua, termasuk mbok2 tukang masak dan cleaning service). sang kiai mengontrol keadaan para santri2nya.
hingga sampailah sang kiai itu pada mbok2 tukang masak.
saat itu, sang mbok sedang sibuk mengulek sambal untuk makanan hari itu, sambil berdzikir.
sang kiai kemudian mengkritik cara mbok itu berzikir...
"mbok, cara mbok berdzikir itu salah, yg benar itu subhanallah, bukan subnallah..."
sang mbok langsung panik...
"aduh...eta catatan mbok ketinggalan! punten nyak, saya ambil dulu..."
tanpa kira2, sang mbok turun dari kapal, mendarat diatas air, dan berjalan diatasnya,...dia berlari menuju pesantren, untuk mengambil catatannya.
(kabarnya, sang kiai itu pingsan melihat sang mbok bisa berjalan di air!)
rupanya, kebiasaan dzikir sang mbok ini, lebih membekas padanya, daripada cara brdzikir sang kiai.
begitulah kawan, dzikir itu, dikatakan dlm alqur'an sbg "dzikron kasiro" yg berarti : "dzikirlah sebanyak2nya..." bukan "dzikron sholiha" yg berarti : "dzikirlah sebaik2nya"...
yg harus dilakukan itu adalah "amalan sholiha" yg berati: "beramallah sebaik2nya" bukan "Amalan kasiro" atw beramallah sebanyak2nya...
pusing?
intinya...
klo dzikir itu, yg penting adalah kuantitasnya,,,
tp klo amalan itu, yg penting adalah kualitasnya...
begitulah...
hehee..
smg kita smua bisa mengamalkan yg sebaik2nya, dan berdzikir sebanyak2nya...
bukankah dlm al-Qur'an dikatakan...
"berdzikirlah kamu, dalam keadaan berdiri, duduk dan berbaring?"
jd g usah harus repot2 pake mukena dulu u/ berdzikir...
dzikir itu, dimana saja, kapan saja, dalam keadaan apapun jg...
okay?
original story : Cak NUn
retell by : Ust. Jalal
Rewrite by : Ame
maka bersiap2lah satu pesantren itu, untuk menempuh perjalanan jauh menuju tanah suci, mereka berangkat dengan menggunakan kapal laut.
setelah smuanya naik di kapal dan kapal telah berjalan(semua, termasuk mbok2 tukang masak dan cleaning service). sang kiai mengontrol keadaan para santri2nya.
hingga sampailah sang kiai itu pada mbok2 tukang masak.
saat itu, sang mbok sedang sibuk mengulek sambal untuk makanan hari itu, sambil berdzikir.
sang kiai kemudian mengkritik cara mbok itu berzikir...
"mbok, cara mbok berdzikir itu salah, yg benar itu subhanallah, bukan subnallah..."
sang mbok langsung panik...
"aduh...eta catatan mbok ketinggalan! punten nyak, saya ambil dulu..."
tanpa kira2, sang mbok turun dari kapal, mendarat diatas air, dan berjalan diatasnya,...dia berlari menuju pesantren, untuk mengambil catatannya.
(kabarnya, sang kiai itu pingsan melihat sang mbok bisa berjalan di air!)
rupanya, kebiasaan dzikir sang mbok ini, lebih membekas padanya, daripada cara brdzikir sang kiai.
begitulah kawan, dzikir itu, dikatakan dlm alqur'an sbg "dzikron kasiro" yg berarti : "dzikirlah sebanyak2nya..." bukan "dzikron sholiha" yg berarti : "dzikirlah sebaik2nya"...
yg harus dilakukan itu adalah "amalan sholiha" yg berati: "beramallah sebaik2nya" bukan "Amalan kasiro" atw beramallah sebanyak2nya...
pusing?
intinya...
klo dzikir itu, yg penting adalah kuantitasnya,,,
tp klo amalan itu, yg penting adalah kualitasnya...
begitulah...
hehee..
smg kita smua bisa mengamalkan yg sebaik2nya, dan berdzikir sebanyak2nya...
bukankah dlm al-Qur'an dikatakan...
"berdzikirlah kamu, dalam keadaan berdiri, duduk dan berbaring?"
jd g usah harus repot2 pake mukena dulu u/ berdzikir...
dzikir itu, dimana saja, kapan saja, dalam keadaan apapun jg...
okay?
original story : Cak NUn
retell by : Ust. Jalal
Rewrite by : Ame